Empat Mitos Tes Wawancara Kerja

tes wawancara kerja

tes wawancara kerja

Salah satu sebab mengapa banyak orang gagal menjalani tes wawancara adalah karena beberapa salah paham terkait apa yang benar-benar terjadi pada saat tes wawancara dilangsungkan.   Atau yang sering disebut sebagai mitos tes wawancara.

Setiap kita sudah tahu bahwa tujuan dari tes wawancara adalah untuk mencari orang-orang terbaik untuk pekerjaan yang ditawarkan, tapi masih banyak yang belum paham tentang apa-apa yang membuat seorang kandidat bisa unggul ketimbang yg lain.

job interview

job interview

Mitos Pertama: Orang dengan kompetensi terbaik lah yang akan dapat kerjaannya.

Kadang memang betul, khususnya pada situasi di mana masing-masing sudah sama tahu, misalnya perusahaan yang melakukan requitmen internal.   Namun seringkali bukan seperti itu yang terjadi.    Lolosnya seseorang dalam tes wawancara akan dipengaruhi oleh banyak hal.   Misalnya saja si pewawancara tahu betul pertanyaan apa saja yang perlu ditanyakan serta bagaimana mengetahui tingkat kejujuran dari jawaban yang diberikan.   Dua hal ini terkesan remeh, tapi nyatanya banyak pewawancara yang tidak pernah ikut training tentang job interview dan kurang berpengalaman mewawancara, atau sekedar tidak punya waktu untuk menyiapkan bahan wawancara.   Belum lagi ketika si pewawancara sedang bad mood.

Di dunia yang ideal, maka orang dengan kompetensi terbaik lah yang akan jadi pemenang.   Tapi nyatanya, seringkali mereka yang jago di tes wawancara lah yang jadi pemenang.   Pembelajaran penting di sini adalah ketika pada saat wawancara Anda ketahui di sana ada orang yang Anda tau secara kompetensi & wawasan lebih jagoan ketimbang Anda, maka jangan keburu minder. Perangnya saja belum dimulai. Sebaliknya, jika Anda merasa sebagai kandidat paling jagoan di antara yang lain, maka jangan juga keburu sombong hingga meremehkan tes wawancara.

Orang dengan kompetensi terbaik tidak lantas jadi pemenang, seringkali mereka yang performa tes wawancara nya bagus lah yang jadi pemenang.

Mitos Kedua: Yang penting itu bisa jawab pertanyaan dan juga kasih jawaban panjang biar terkesan pintar.

Memang tes wawancara kerja ada kemiripan dengan ujian sekolah dalam perihal sama-sama ada pertanyaan yang harus dijawab dengan benar.   Tapi beda dengan ujian kuliah, tes wawancara juga mementingkan aspek interaksi dan komunikasi empatik sembari Anda mengemukakan jawaban2 pintar.   Yang penting itu bukanlah jawaban panjang lebar.   Orang dengan skill dan pengetahuan itu banyak, tapi tidak banyak yang mampu mengartikulasikan gagasan mereka secara ringkas, nyambung, dan mudah dipahami.

Ada kemudian yg beranggapan kalo bisa jawab pertanyaan dengan lebih baik ketimbang yg lain, maka dia lah yang menang.   Tapi Anda tahu lah interview tu lebih dari sekedar ngasih jawaban pintar.   Bahkan interview itu lebih dari sekedar berpenampilan rapi dan menawan.   Anda juga perlu meyakinkan pewawancara bahwa Anda adalah orang yang menyenangkan untuk kerja sama.   Anda perlu tunjukkan bahwa Anda adalah orang yang komunikatif dan bisa dipercaya.

Yang penting bukan banyak bicara.  Konsekuensinya, malahan keharusan untuk ajukan pertanyaan di akhir sesi juga merupakan mitos.  Ada anggapan bahwa hal tsb bisa menunjukkan bahwa si pelamar demikian tertarik dan juga pintar.  Hal ini tidak benar.  Ajukan pertanyaan sekedar karena formalitas tidak akan membantu Anda dapatkan pekerjaan, apalagi bila yang Anda tanyakan adalah hal-hal yg sebenarnya sudah dibahas dengan jelas pada sesi wawancara.

Mitos Ketiga: Pewawancara itu tahu betul apa-apa yang mereka lakukan

Banyak pewawancara yang memang jagoan dan profesional full-time dalam melakukan tugas mereka.    Tapi banyak juga para manajer dan pemilik bisnis yang kadang-kadang bingung sendiri pada saat tes wawancara, karena mewawancara orang bukanlah pekerjaan sehari-hari mereka.

Beberapa pertanda pewawancara yang kurang berpengalaman adalah:

  • Mereka (terlalu) banyak bicara dan tidak pintar mendengarkan
  • Pertanyaan mereka random dan tak terarah
  • Handphone mereka terus berbunyi, dan mereka selalu menjawabnya

Sementara pewawancara yang profesional biasanya:

  • Telah menyiapkan pertanyaan2 secara matang sejak awal
  • Mereka ingin tahu apa-apa yang telah Anda lakukan dan bagaimana Anda melakukannya, termasuk contoh-contoh spesifiknya
  • Mereka mempersilahkan Anda yang lebih banyak bicara

Mitos Keempat: Jangan pernah bilang “Saya Tidak Tahu”

Apa yang penting dalam tes wawancara adalah pembentukan kesan positif dengan menjawab pertanyaan secara pintar dan membangun rapport dengan pewawancara.    Dari sini, banyak peserta wawancara menganggap bahwa mereka harus berikan jawaban yang perfect untuk setiap pertanyaan yang diajukan, tidak peduli apakah mereka punya pengetahuan atau tidak tentangnya.

Memang, interview yang mantap adalah di mana Anda bisa menjawab seluruh pertanyaan (dan Anda memang bisa klo saja persiapannya betul); tapi, klo memang tidak tahu jawabanya, mending bilang aja ketimbang pura-pura tahu dan mulai nggedabrush.   Kebanyakan pewawancara bisa mendeteksi penjelasan yang ngelantur dan mereka tidak menyukainya karena paling tidak dua hal: Anda terkesan sbg orang yang tidak jujur dan juga tidak pintar.

Ya nggak apa-apa sih coba menjawab pertanyaan yang kita hanya punya sedikit pengetahuan tentangnya, asal Anda sudah bikin jelas di awal tentang “ketidaksempurnaan” jawaban Anda.   Jadinya misalnya seperti ini:

Saya pikir saya harus bersikap jujur dengan mengatakan bahwa apa yang Bapak/Ibu tanyakan sebenarnya bukanlah berada di bidang keahlian saya, meskipun saya punya ketertarikan yang besar atasnya. Jika Bapak/Ibu berkenan, dengan senang hati saya akan mencoba memberi tanggapan, asal Bapak/Ibu tidak mengharapkan jawaban yg sempurna.

atau:

Dengan senang hati saya akan menanggapi pertanyaan Bapak/Ibu, namun perlu saya sampaikan di awal bahwa ini bukanlah bidang di mana saya familiar dengannya. Tapi saya tertarik untuk meningkatkan pengetahuan saya tentangnya.

Akhirnya, ada juga anggapan bahwa dalam tes wawancara kita harus menjadi diri sendiri.   Memang benar sih kita tak perlu berpura-pura menjadi orang lain.   Tapi ketika sudah waktunya tes wawancara, maka di sana ada kaidah perilaku formal yg harus kita ikuti.   Jika yang dimaksud dengan menjadi diri sendiri adalah duduk malas di kursi, berbusana gaul dan norak, maka tentu kita perlu menyelaraskan perilaku kita.

Nah, sekarang tinggal gimana Anda mempersiapkan diri secara benar untuk tes wawancara Anda

  • Visitors

    Flag Counter

  • Calendar

    Desember 2009
    S S R K J S M
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28293031  
  • Twitter

  • Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang tulisan baru melalui surat elektronik.

  • Blog Stats

    • 222.612 hits